Sekolah memiliki jangkauan luas dan memainkan peran penting dalam solusi sistemik. Seperti melalui sistem Bimbingan Konseling maupun orientasi peserta didik baru. Anak didik sebaiknya dikenalkan dengan bagian tubuh dirinya yang privasi dan berharga. Dan ajarkan untuk tidak boleh pula menyentuh bagian tubuh privasi orang lain. Sehingga, jika ada yang berusaha menganggu, anak didik sadar bahwa hal itu salah dan tahu apa yang mesti dilakukan. Bahkan, anak didik bisa menjadi bystander aktif jika melihat temannya diperlakukan buruk.
Tidak hanya institusi pendidikan, institusi tempat kerja baik pemerintah maupun non-pemerintah mesti pula memiliki sistem pecegahan dan penanganan kekerasan seksual sebagai jaminan perlindungan bagi setiap pekerjanya.
Terlebih pada institusi keagamaan, dimana Kuala Tungkal memiliki banyak komunitas pengajian dan majelis. Wacana untuk tidak melakukan kekerasan seksual, melecehkan perempuan, dan membela korban mesti digaungkan pemuka agama. Sebab, dalam sejarah Islam pernah terjadi perang Bani Qoinuqo yang salah satu sebab utamanya adalah pelecehan terhadap perempuan.
Selain penguatan individu melalui insitusi sekolah dan tempat kerja, intervensi lainnya yang perlu dilakukan adalah penguatan fasilitas. Diantaranya, patroli polisi rutin terutama pada tempat yang rawan, tersedia lampu jalan yang terang, tersedianya cctv di jalan maupun di fasilitas publik, serta ketersediaan hotline laporan dan penindakan yang responsif dan terintegrasi. Hotline itu mesti disebarluaskan. Sistem tanggap tersebut mesti terintegrasi untuk menghubungkan akses bantuan hukum, laporan kepolisian, bantuan psikolgois, bantuan sosial lainnya dan perlindungan saksi dan korban (LPSK).
Tidak kalah pentingnya adalah menyelenggarakan peningkatan kapasitas secara berkala kepada stakeholder, guru, aparat penegak hukum, tenaga layanan pemerintah, maupun komunitas masyarakat, terkait pencegahan dan penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana telah diamantkan dalam UU TPKS. Sehingga seluruh SDM dapat menjalankan perannya dengan kompetensi yang mumpuni dan berintegritas.
Fenomena begal payudara ini harusnya menjadi pemicu Pemerintah Daerah untuk berefleksi dan membaca keadaan sesungguhnya masyarakat saat ini bahwa ada sesuatu yang perlu diupayakan secara sistemik dan mengakar. Menguji pula apakah Pemerintah Daerah kita mau menjadi generator untuk memfasilitasi solusi sitemik tersebut, mulai dari mengkonsolidasikan stakeholder dan mengalokasikan anggaran.
Kualitas Pemerintah Daerah kita dapat dilihat dari bagaimana reaksinya merespon fenomena Darurat Begal Payudara ini. Apakah Pemerintah Daerah kita memberikan prioritas dan perhatian perlindungan perempuan dan anak yang menjadi korban begal payudara maupun kekerasan seksual lainnya? Apakah martabat dan perlindungan terhadap perempuan menjadi prioritas Pemerintah Daerah kita? Bagaimanakah upaya Pemerintah Daerah kita untuk mengupayakan sehingga daerah kita bisa bebas dari begal payudara dan bentuk kekerasan seksual lainnya, sehingga menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk semua?
Penulis : Elvita Trisnawati, Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.
Pemuda Pemerhati Isu Sosial dan Perempuan, aktif menjadi Penasihat Muda di Yayasan Plan International Indonesia.
Email : Elvita.trisnawati@gmail.com
Kontak : 0812-8625-2768