LIVE TV
Jelang Beberapa Hari Pasca Ungkap Kasus Narkotika, Kapolsek Tebing Tinggi Tangkap Lagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika, Kali Ini 3 Orang Berhasil Diamankan Kapolsek Tebing Tinggi Tindak Tegas Pelaku CURANMOR Bhakti Kesehatan Donor Darah Polres Tanjab Barat Dalam Rangka Sambut Hari Bhayangkara 79 Sambut HUT Polri, Polres Tanjab Barat Berikan Bantuan Sosial Kepada Masyarakat Korban Rumah Terbakar Desa Sungai Dualap Sambut Hari Bhayangkara Ke-79, Polsek Tebing Tinggi Lakukan Baksos Dimasjid Al-Muhajirin

Home / Lingkungan

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 14:18 WIB

Kelemahan Klaim PT SAS Soal Keamanan Intake PDAM

LIPUTANTANJAB.COM – Pernyataan PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS) yang mengutip hasil pemeriksaan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terkait rencana pembangunan TUKS di Aur Kenali, Kota Jambi, perlu dilihat secara kritis. Ada beberapa catatan penting yang membuat klaim “aman” dari potensi pencemaran terhadap intake PDAM patut dipertanyakan.

Pertama, hasil pemeriksaan KLH yang disebut tidak menemukan “sumber pencemar spesifik” di lokasi TUKS jelas tidak dapat dijadikan jaminan mutlak. Fakta bahwa saat ini lokasi masih berupa rencana pembangunan membuat tidak adanya pencemar lebih disebabkan karena aktivitas utama—bongkar muat batubara—belum dimulai.

Dengan kata lain, temuan “tidak ada sumber pencemar spesifik” hanya menggambarkan kondisi pra-operasi, bukan bukti ketiadaan risiko saat operasi berjalan. Literatur lingkungan justru menunjukkan bahwa terminal batubara berpotensi menghasilkan run-off, debu yang terdeposisi ke air, serta buangan operasional lain yang baru termanifestasi ketika kegiatan berlangsung. Studi kasus dermaga pembongkaran batubara memperlihatkan adanya sumber pencemar selama fase konstruksi dan operasi (air larian batubara, air domestik, dan minyak/oli), sehingga evaluasi yang fair harus berbasis skenario operasi lengkap dan pengendalian yang teruji, bukan sekadar snapshot pra-operasi.

Kedua, penjelasan PT SAS yang menyebut jarak intake PDAM sekitar 700 meter hingga 1 kilometer tidak serta merta menjamin keamanan kualitas air. Dalam kajian hidrologi, jarak hanyalah variabel di antara banyak faktor yang lebih menentukan, seperti arah dan kecepatan arus, morfologi alur, dinamika sedimen, serta kejadian tumpahan saat bongkar muat. Penelitian lapangan di perairan pelabuhan dan estuaria menunjukkan manuver kapal/tongkang dapat memicu resuspensi sedimen dan lonjakan kekeruhan (turbidity) secara signifikan, bahkan pada perairan relatif dangkal—kondisi yang relevan bagi sungai dan alur pelayaran perkotaan.

Peningkatan kekeruhan hingga ratusan NTU dicatat saat kapal bermanuver; faktor propeller jet dan gelombang bangun kapal menjadi penggerak utama resuspensi material halus yang kemudian dapat bergerak mengikuti arus menuju zona pengambilan air baku. Karena itu, klaim keselamatan berbasis jarak linear saja adalah simplifikasi yang menyesatkan dari sudut pandang proses fisik di badan air.

Ketiga, ketiadaan aturan teknis yang spesifik mengenai jarak minimum antara intake PDAM dan aktivitas industri tidak bisa ditafsirkan sebagai “kebebasan membangun”. Kerangka tata kelola yang berlaku justru menuntut precautionary approach (kehati-hatian) dan preventive risk management dari hulu ke hilir. Pedoman WHO Guidelines for Drinking-water Quality menekankan pentingnya Water Safety Plans (WSP) yang melindungi sumber air minum mulai dari catchment to consumer, termasuk penetapan zona perlindungan intake, identifikasi bahaya, dan pemantauan independen—terlepas ada atau tidak angka “jarak minimum” di regulasi lokal. Di Indonesia, kewajiban analisis dampak dan pengelolaan kualitas air serta pengawasan tertuang dalam PP 22/2021 tentang PPLH (perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup), beserta lampiran pedoman KA-ANDAL/AMDAL. Maka, celah angka jarak bukan pembenar untuk menempatkan instalasi berisiko di kedekatan fungsional dengan intake; justru mengharuskan penilaian risiko yang lebih ketat, transparan, dan dapat diaudit.

Baca Juga  WALHI Jambi : Krisis Iklim di Depan Mata, Nelayan Pesisir Kuala Tungkal Butuh Solusi Segera

Keempat, klaim PT SAS bahwa manuver tongkang tidak akan mengganggu intake PDAM juga perlu diuji lebih jauh. Bukti empiris mutakhir menunjukkan lalu lintas kapal mengubah kualitas air: ketika trafik kapal besar menurun, kualitas air di sungai padat pelayaran membaik; sebaliknya, manuver di area pelabuhan memunculkan plume keruh dan perubahan distribusi sedimen yang dapat mempengaruhi area hilir—tergantung kondisi hidrodinamika saat kejadian. Bahkan jika jalur manuver “tidak mengarah” ke intake secara geometrik, arus lateral, pusaran, dan proses flocculation mikromaterial dapat mengangkut partikel ke zona pengambilan air. Argumen ini diperkuat oleh studi hidrodinamika yang mendeteksi pengaruh jejak propeller dan gelombang bernoulli terhadap sedimen halus di perairan dangkal. Dengan demikian, pernyataan “arus pelayaran tidak akan mengenai intake” tidak memadai tanpa pemodelan 2D/3D dan verifikasi lapangan yang memadukan data arus, bathimetri, serta seri waktu kekeruhan.

Kelima, aspek bahaya bahan itu sendiri tak boleh diremehkan. Paparan partikel batubara di lingkungan akuatik terbukti menimbulkan dampak biologis (misalnya kerusakan insang dan gangguan respirasi ikan), sementara studi kualitas air di wilayah pertambangan/terminal batubara mengaitkan aktivitas rantai batubara dengan peningkatan padatan tersuspensi, mineralisasi, dan potensi kontaminan (termasuk logam/PAH) di air permukaan. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa “probabilitas bahaya” ada dan terukur; karenanya, beban pembuktian mitigasi efektif berada pada pelaku usaha melalui desain teknis, best management practices, dan pemantauan independen yang konsisten—bukan pada publik untuk membuktikan sebaliknya setelah dampak terjadi.

Keenam, fakta bahwa PT SAS tetap berencana memasang fender atau pelindung berlapis di sekitar fasilitas PDAM justru mengisyaratkan pengakuan implisit atas adanya risiko gangguan. Pengendalian fisik seperti pelindung struktur tentu bernilai, tetapi tidak menggantikan kebutuhan akan sistem perlindungan source water yang holistik: zona larangan/terbatas, prosedur operasi bongkar muat untuk mencegah tumpahan, stormwater management di stockpile, pemantauan kekeruhan real-time di beberapa titik (termasuk early warning di intake), serta contingency plan jika terjadi insiden. Prinsip tata kelola sumber air minum mensyaratkan multi-barrier approach supaya kegagalan satu lapis kontrol tidak langsung berimplikasi pada air baku yang disedot ke jaringan PDAM.

Baca Juga  Bangun TPS 3R, Wujud Kepedulian Lingkungan Mapala Pamsaka Terhadap Kampus IAI An-Nadwah Kuala Tungkal

Ketujuh, janji PT SAS untuk mendukung pembangunan jalan khusus batubara memang sejalan dengan aspirasi publik, tetapi itu isu transportasi darat—tidak otomatis mengurangi risiko di interface air. Kebijakan jalan khusus dapat mengatasi kemacetan dan keselamatan di jalur umum, namun tidak berkorelasi langsung dengan kualitas air di sekitar intake. Prioritas kebijakan harus menempatkan air minum masyarakat sebagai kepentingan yang tak bisa dinegosiasikan; pengalaman lintas negara menunjukkan standar perlindungan sumber air minum justru diperketat seiring bertambahnya tekanan industri.

Dengan demikian, klaim PT SAS bahwa pembangunan TUKS aman terhadap intake PDAM masih menyisakan kelemahan mendasar: (1) bergantung pada observasi pra-operasi; (2) menyederhanakan risiko hidrodinamika hanya menjadi “angka jarak”; (3) mengabaikan prinsip kehati-hatian dan catchment-to-consumer protection; (4) menafsirkan manuver kapal secara geometrik alih-alih proses fisik sedimen; dan (5) menyepelekan bukti ilmiah tentang dampak partikel batubara terhadap ekosistem akuatik serta kualitas air. Alih-alih menerima begitu saja pernyataan perusahaan, publik perlu mendesak kajian lingkungan yang lebih transparan, independen, dan partisipatif—dengan pemodelan hidrodinamika, uji skenario terburuk, serta skema pemantauan near real-time yang dapat diaudit. Keamanan air bersih tidak boleh dipertaruhkan hanya demi kepentingan bisnis tambang.

Pemerhati Kebijakan Publik

Daftar Pustaka
Rahman, F., Hidayat, R., & Lestari, D. (2020). Coal Transportation and Water Pollution Risk in Riverine Areas. Journal of Environmental Management, 270, 110894.

Kurniawan, A., & Aziz, M. (2021). Hydrodynamic Modeling of Pollutant Dispersion in Tropical Rivers: Case Study in Indonesia. Environmental Science and Pollution Research, 28(15), 18642–18655.

Suryani, E., Pratama, H., & Yusuf, R. (2022). Impact of Barge Traffic on Water Quality and Riverbank Erosion in Coal Transport Areas. Marine Pollution Bulletin, 180, 113769.

United Nations Environment Programme (UNEP). (2021). Application of the Precautionary Principle in Environmental Governance. UNEP Policy Brief.

World Health Organization (WHO). (2022). Drinking-water: Key Facts and Global Guidelines. WHO Report.

Share :

Baca Juga

Lingkungan

Opini : Kolaborasi Penggiat Lingkungan dan Pemerintah Kunci Masa Depan Hijau Jambi

Mapala

Menjejak Alam, Merawat Bumi : Ekspedisi Anggota Muda MAPALA PAMSAKA IAI An-Nadwah Kuala Tungkal Angkatan XII Dimulai!! 

Lingkungan

Ekonom ini Duga Kasus Batubara Bengkulu Bisa Terjadi Jambi, Minta Kejagung Beri Atensi Khusus

Lingkungan

WALHI Jambi : Krisis Iklim di Depan Mata, Nelayan Pesisir Kuala Tungkal Butuh Solusi Segera

Lingkungan

Mapala Pamsaka, Sutha, dan Kalpaltriks Latihan Water Rescue Bersama FAJI Tanjab Barat

Mapala

Dengan Segala Keterbatasan, MAPALA PAMSAKA Persembahkan Dua Medali di Pomda Jambi 2025

Lingkungan

Pesan di Langit Jambi: WALHI dan BPR Terbangkan Layang-Layang Tolak Stockpile PT. SA

Lingkungan

Yayasan CAPPA Gelar Dialog: Dorong Kebijakan Penguatan Peran Anak dalam Pembanguna
error: Maaf Jangan Biasakan Copas Berita !!