LIPUTANTANJAB.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi menegaskan bahwa peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Tanjung Jabung Barat ke-60 seharusnya menjadi momentum penting untuk mengambil langkah nyata menghadapi krisis iklim, khususnya di wilayah pesisir Kuala Tungkal. WALHI Jambi menilai, krisis iklim sudah menjadi ancaman langsung bagi keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, dan tidak bisa lagi dipandang sebagai isu masa depan.
“Banjir rob yang makin sering terjadi, cuaca ekstrem yang mengacaukan jadwal melaut, dan naiknya suhu air laut yang memaksa ikan-ikan menjauh ke laut dalam adalah bukti nyata bahwa krisis iklim sudah di depan mata. Ini bukan sekadar teori, tapi fakta yang sedang memukul kehidupan nelayan setiap hari,” ujar Direktur WALHI Oscar Anugerah.”
Dampak Nyata di Lapangan
Berdasarkan catatan WALHI Jambi, melalui jaringan Mapala Pamsaka (Pecinta Alam Mahasiswa Iai An Nadwah Kuala Tungkal), dalam tiga tahun terakhir, intensitas banjir rob di pesisir Kuala Tungkal meningkat hingga 40%, dengan durasi genangan yang lebih lama dibandingkan lima tahun belakangan. Cuaca buruk di musim angin utara kini memaksa sebagian nelayan berhenti melaut selama berminggu-minggu, mengurangi pendapatan hingga 50%.
Abdi, nelayan tradisional dari Parit 9 Kuala Tungkal, mengaku kini harus melaut hingga dua kali lebih jauh dari biasanya. “Dulu, cuma 5 mil dari bibir pantai sudah dapat ikan banyak. Sekarang, harus sampai 10–12 mil. BBM makin mahal, hasilnya malah berkurang,” ungkapnya.
Kondisi ini memukul ekonomi keluarga nelayan dan mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk biaya pendidikan anak.
Dalam hal ini, WALHI Jambi mendesak Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat untuk keluar dari zona seremoni dan retorika. HUT ke-60 ini harus menjadi titik balik untuk menghadirkan kebijakan adaptasi dan mitigasi yang berpihak kepada rakyat pesisir.
Salah satu langkah konkret yang dapat segera diambil adalah mengembangkan armada perahu nelayan berbahan bakar energi baru terbarukan (EBT). Solusi ini dapat menekan biaya operasional, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan membantu nelayan beradaptasi dengan perubahan pola musim dan cuaca.
“Kami mengingatkan, ungkap Oscar bahwa krisis iklim bukan hanya persoalan lingkungan, tapi persoalan ekonomi, pendidikan, dan keadilan sosial. Pemerintah daerah jangan hanya menjadikan HUT ini sekadar panggung potong tumpeng, sementara rakyat pesisir tenggelam dalam masalah yang nyata.”
WALHI Jambi akan terus mengawal kebijakan dan langkah pemerintah daerah dalam menghadapi krisis iklim, serta memastikan keberpihakan kepada masyarakat pesisir yang menjadi garda depan yang terdampak.
Narahubung: +62 811-7492-662 (Oscar Anugerah)LIPUTANTANJAB.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi menegaskan bahwa peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Tanjung Jabung Barat ke-60 seharusnya menjadi momentum penting untuk mengambil langkah nyata menghadapi krisis iklim, khususnya di wilayah pesisir Kuala Tungkal. WALHI Jambi menilai, krisis iklim sudah menjadi ancaman langsung bagi keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, dan tidak bisa lagi dipandang sebagai isu masa depan.
“Banjir rob yang makin sering terjadi, cuaca ekstrem yang mengacaukan jadwal melaut, dan naiknya suhu air laut yang memaksa ikan-ikan menjauh ke laut dalam adalah bukti nyata bahwa krisis iklim sudah di depan mata. Ini bukan sekadar teori, tapi fakta yang sedang memukul kehidupan nelayan setiap hari,” ujar Direktur WALHI Oscar Anugerah.”
Dampak Nyata di Lapangan
Berdasarkan catatan WALHI Jambi, melalui jaringan Mapala Pamsaka (Pecinta Alam Mahasiswa Iai An Nadwah Kuala Tungkal), dalam tiga tahun terakhir, intensitas banjir rob di pesisir Kuala Tungkal meningkat hingga 40%, dengan durasi genangan yang lebih lama dibandingkan lima tahun belakangan. Cuaca buruk di musim angin utara kini memaksa sebagian nelayan berhenti melaut selama berminggu-minggu, mengurangi pendapatan hingga 50%.
Abdi, nelayan tradisional dari Parit 9 Kuala Tungkal, mengaku kini harus melaut hingga dua kali lebih jauh dari biasanya. “Dulu, cuma 5 mil dari bibir pantai sudah dapat ikan banyak. Sekarang, harus sampai 10–12 mil. BBM makin mahal, hasilnya malah berkurang,” ungkapnya.
Kondisi ini memukul ekonomi keluarga nelayan dan mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk biaya pendidikan anak.
Dalam hal ini, WALHI Jambi mendesak Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat untuk keluar dari zona seremoni dan retorika. HUT ke-60 ini harus menjadi titik balik untuk menghadirkan kebijakan adaptasi dan mitigasi yang berpihak kepada rakyat pesisir.
Salah satu langkah konkret yang dapat segera diambil adalah mengembangkan armada perahu nelayan berbahan bakar energi baru terbarukan (EBT). Solusi ini dapat menekan biaya operasional, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan membantu nelayan beradaptasi dengan perubahan pola musim dan cuaca.
“Kami mengingatkan, ungkap Oscar bahwa krisis iklim bukan hanya persoalan lingkungan, tapi persoalan ekonomi, pendidikan, dan keadilan sosial. Pemerintah daerah jangan hanya menjadikan HUT ini sekadar panggung potong tumpeng, sementara rakyat pesisir tenggelam dalam masalah yang nyata.”
WALHI Jambi akan terus mengawal kebijakan dan langkah pemerintah daerah dalam menghadapi krisis iklim, serta memastikan keberpihakan kepada masyarakat pesisir yang menjadi garda depan yang terdampak.
Narahubung: +62 811-7492-662 (Oscar Anugerah)