Liputantanjab.com – Belakangan ini, banyak sekali berita di laman online menerbitkan pendapat atau suara dari Aktivis Mahasiswa. Yang membuat pembaca merasakan sedikit terkesan dengan Aktivis Mahasiswa Tanjung Jabung Barat. Senin (01/08)
Mengenai hal tersebut Rahman selaku Pengamat Literasi angkat bicara, mengetahui bahwa mahasiswa yang aktivis juga sebagai penyambung lidah rakyat, sangat senang minggu belakangan ini ada beberapa Mahasiswa yang berani bersuara, menyatakan sikap dan mengkritik pemerintah daerah atau dewan perwakilan daerah yang tak sesuai dengan semestinya atau bertentangan dengan aturan yang berlaku.
“Namun saya berpendapat, ada beberapa hal terkait pendapat atau kritikan tersebut yang mesti untuk diperdalam lagi secara pembahasan sebelum diterbitkan. Pertama, menurut saya, beberapa isi didalam berita tersebut tidak sepenuhnya relevan (berkaitan) dengan keadaan rakyat”, jelasnya.
Contohnya kritikan mengenai aju banding Bupati dalam kasus pergantian Dirut BPR Tanggo Rajo.
Rahman juga mengatakan, tidak menyalahkan seluruh kritikan mengenai itu, tapi sangat disayangkan sebagai Aktivis mahaiswa, memilih isu yang sangat minim berdampak kepada masyarakat. Karena menurut rahman, yang paling berdampak atas pemberhentian itu adalah Dirut BPR Tanggo Rajo yang lama, atau Para Pegawai BPR Tanggo Rajo itu sendiri.
“Kemungkinan menjadi masalah untuk masyarakat sangat minim, kecuali jika pemberhentian itu mengakibat anggaran pembangunan yang diselewengkan atau sejenisnya yang berdampak dengan kesejahteraan dan keadilan rakyat. Dan makin membingungkan, setelah kritikan terhadap Bupati mengenai aju banding itu, ada pula balasan pendapat dari sama-sama aktivis mahasiswa. Sesama aktivis mahasiswa, bisa berlainan dalam menyuarakan suara rakyat”, ucap rahman.
“Kedua, sebagai mahasiswa dan aktivis pula, perjuangan harusnya dilakukan terus menerus. Tidak saat hanya dalam momen yang sensasional. Artinya jika memang Isu yang diangkat ke berita sudah dilayangkan, seharusnya tuntas mengawal hingga keputusan yang terakhir, tetapi sekarang kebanyakan hanya mencari panggung” tegasnya
“Dalam hal Aktivis Tanjab Barat selalu mengkritisi melalui media online. Jarang sekali setelah itu terdapat pertemuan atau hearing antar aktivis dengan pemerintah terkait, untuk menjelaskan sejelas-jelasnya masalah dan mencari solusi. Bahkan untuk mengawalnya saja saya tidak melihat. Jadi terkesan banyak bersuara, tapi kosong isinya”, tegasnya.
Ketiga rahman mengatakan kesenangan berlebihan. Beranggapan aktivis Tanjab barat mempunyai panggung suara yang digunakan hanya untuk euforia saja. “Tidak ada saya lihat mereka benar-benar berjuang atau memperjuangkan rakyat, Sikap atau perilaku Aktivis Tanjab barat, setelah menaiki panggung tersebut, mereka lebih memperhatikan foto dan gayanya dibanding isi pesan yang disampaikan” ujarnya.
Maka itu mereka pilih pose terbaik dipanggung, dan mereka pinta yang lain memotret lalu ikut menyebarkan pose panggungnya untuk dilihat banyak orang. Isi pikiran atau pesan yang disampaikan tidak harus dilirik, yang penting judul dan gambar harus menarik. Bahkan saya beranggapan seperti melihat artis Instagram yang turun juga bersuara. Bukan menjadi masalah dengan apa yang dia utarakan, melainkan jika salah berdandanlah yang akan menjadi masalah jika foto berita itu telah dibagikan, terang rahman pengamamat literasi.
Rahman juga tidak banyak berharap untuk aktivis Mahasiswa Tanjab Barat, saya hanya ingin menuangkan isi pikiran saya. Dan mudah-mudahan tidak sepenuhnya pikiran saya benar, harapnya.
Untuk penutup teringat puisi WS. Rendra yang berjudul SAJAK PERTEMUAN, dan sedikit penggalanny, kata Rahman.
“Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “Maksud baik untuk siapa ?”
(Wis)