LIPUTANTANJAB.COM – Beberapa saat yang lalu kita membaca narasi perdebatan antar mahasiswa STAI An-Nadwah Kuala Tungkal di media sosial.
Satria salah salah seorang alumni STAI An-Nadwah dan rakyat Tanjab Barat, ingin merespon riuh yang tidak jelas ujung pangkalnya itu.
Apa pangkal (dasar persoalannya) dan ujung (hasil yang ingin dicapai). Apa pangkal riuh mahasiswa itu? dan apa yang ingin dicapainya?
Bila melihat Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka ujung pangkal persoalan riuh mahasiswa itu tentu berlingkup pada soal pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Tapi, benarkah 3 nilai dasar (Tri Dharma) itu yang jadi sebab riuhnya mahasiswa beralmamater biru (STAI An-Nadwah) itu? Saya coba menjawabnya.
Selebaran Seruan Aksi Aliansi Mahasiswa.
Saya membaca pamflet Seruan Aksi Mahasiswa STAI An-Nadwah yang akan dilakukan di depan pagar kampus pada 16 agustus 2022 lalu. Saya bertanya, mengapa demo kampus?
Setelah ditelusuri, aksi itu dilakukan karena ketidakpuasan mahasiswa (bernama: Aliansi Mahasiswa) terhadap sistem dan kinerja DEMA. Tak lama kemudian, selebaran online itu ditanggapi oleh Ketua DEMA.
Umar (Ketua DEMA), menyayangkan aksi yang dilakukan Aliansi Mahasiswa itu, karena dianggap tidak sesuai dengan prosedur. Saya senang karena DEMA sudah mulai bicara prosedur. Alhamdulillah.
Mengapa saya senang, karena memang selama kepengurusan DEMA (saat saya kuliah) tidak jelas dasar prosedurnya (AD/ART, Peraturan Organisasi, Pemilihan KPUM, Seleksi Capresma, dll). Entahlah hari ini, sudah jelas atau masih sama saja.
Jika kondisi “aturan main kampus” masih seperti “masa jahiliyah” dulu, maka wajar jika mahasiswa mengkritik bahkan mendemonstrasi kondisi lucu itu. Ditambah dengan DEMA yang hidup dan berjalan tanpa program kerja yang jelas arahnya.
Aksi/Demonstrasi Bukan Solusi.
Tapi saya juga tidak sepakat sepenuhnya dengan tindakan demonstrasi yang dilakukan Aliansi Mahasiswa itu, karena bukan bagian dari menjalankan Tri Dharma perguruan Tinggi.
Apa pentingnya aksi itu bagi pendidikan? tidak ada hal baru yang dipelajari dari aksi itu.
Bagi penelitian? juga tidak ada yang diteliti.
Bagi pengabdian kepada masyarakat? jauh sekali, tak ada efek untuk perubahan kondisi masyarakat. Hanya mahasiswa vs mahasiswa.
Tentu saya tidak menyalahkan aksi, karena aksi/demonstrasi adalah salah satu metode berjuang, tapi perlu diperjelas ujung pangkalnya. Kalau tidak, yah hanya mengulang masa lalu.
Pertanyaannya, kalian ribut itu demi apa dan siapa?
Demi “kopi gratis” dari senior?
Demi “tepuk tangan junior” yang tidak mengerti?
Demi “eksistensi semu”?
Demi ????? (isi sendiri)
Hidup mahaSISWA
Penulis : Satria
Editor : Van