LIVE TV
Unit Reskrim Polsek Tebing Tinggi Ungkap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Jenis Sabu Kapolres Tanjab Barat AKBP Agung Basuki Berikan Penghargaan Kepada Anggotanya Yang Berprestasi Selama Bulan Agustus 2025 Polsek Tebing Tinggi Ungkap Kasus Pencurian Sawit, 6 Orang Pelaku Berhasil Diamankan Jelang Beberapa Hari Pasca Ungkap Kasus Narkotika, Kapolsek Tebing Tinggi Tangkap Lagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika, Kali Ini 3 Orang Berhasil Diamankan Kapolsek Tebing Tinggi Tindak Tegas Pelaku CURANMOR

Home / Pendidikan

Rabu, 26 Januari 2022 - 13:33 WIB

Polisi Periksa Identitas Masyarakat, Ini Kata MK

Liputantanjab.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kewenangan kepolisian menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal seperti diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, tidak menimbulkan tafsir berbeda. Rumusannya sudah jelas dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan perkara No 60/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga, di Gedung MK, Jakarta, kemarin.

Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pertimbangan MK menyatakan kewenangan pada pasal a quo tidak dapat dilepaskan dengan norma Pasal 13 UU 2/2002 mengenai tugas pokok kepolisian yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Baca Juga  Mengenal Roihan Fotografer dan Content Creator asal Bojonegoro

“Norma-norma yang mengatur tugas dan kewenangan demikian menurut Mahkamah tidaklah harus dijelaskan lebih lanjut karena sudah cukup jelas,” ujar Hakim Manahan.

Mahkamah berpendapat, kewenangan memberhentikan orang yang dicurigai merupakan langkah awal dilakukannya pemeriksaan untuk menemukan tindak pidana atau pelanggaran hukum dalam suatu peristiwa.

Para pemohon mendalilkan tidak adanya batasan pada norma Pasal 16 ayat (1) huruf d UU 2/2002 berpotensi merendahkan harkat dan derajat manusia. Selain itu, pemohon khawatir kewenangan itu dimanfaatkan polisi merekam atau mengambil video untuk ditayangkan di televisi, youtube atau media lainnya, tanpa izin dari orang yang diperiksa. Pemohon mencontohkan kasus anggota Polri Sersan Ambarita.

Baca Juga  Mapala Pamsaka Kampus STAI An-Nadwah Ka.Tungkal Melakukan Pemamfaatan Limbah Plastik Menjadi Bata

Dalam kaitan kasus tersebut, Mahkamah menilai hal itu bukan berarti kewenangan yang diberikan kepada kepolisian melanggar hak atas jaminan perlindungan harkat dan martabat apalagi merendahkan derajat manusia. “Batasan-batasan dari kewenangan a quo dalam teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana, yang tidak mungkin kesemuanya tertuang dalam undang-undang,” ujar Hakim Manahan.

Pada sidang yang sama, MK juga memutus perkara No 61/PUU-XIX/2021 uji materiil UU 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan perkara No 64/PUU XIX/2021 pengujian UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Mahkamah menyatakan kedua permohonan itu tidak dapat diterima. (*)

Share :

Baca Juga

Pendidikan

LDK Forsima dan komunitas KIP-K Adakan Seminar Nasional Dalam Rangka Isra’ Miraj di Kampus Stai An-Nadwah Kuala Tungkal

Pendidikan

HMPS- Ekonomi Syariah (IMES) Buka Ruang Untuk Kaum Muda Belajar Berwirausaha

Pendidikan

Mengenal Roihan Fotografer dan Content Creator asal Bojonegoro

Pendidikan

Tokoh Agama & Akademisi Kompak Apresiasi Bedah Buku LDII Jambi

Pendidikan

Mapala Pamsaka Ikut Sukseskan Kegiatan Misi Lestari Kampus UNJA

Pendidikan

DPC PJS Tanjab Barat Terbentuk, Era Baru Dunia Jurnalistik

Pendidikan

Effendi Warga Kuala Tungkal Menyerahkan Bantuan Buku ke Pihak Lapas

Pendidikan

Lihat Penjelasan Visi Misi Salah Satu Calon Presma dan Wapresma Kampus Stai An Nadwah Kuala Tungkal
error: Maaf Jangan Biasakan Copas Berita !!