Liputantanjab.com – Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin membangun kerangkeng manusia di kediamannya. Kerangkeng itu diklaim sebagai tempat pembinaan pecandu narkoba.
Kasus kerangkeng manusia ini tengah diusut polisi. Polisi turut mendalami dugaan perbudakan dan TPPO buntut temuan kerangkeng tersebut.
Terbit Rencana sempat menjelaskan soal kerangkeng yang diklaimnya sebagai tempat pembinaan pecandu narkoba. Terbit diwawancara langsung yang diunggah di kanal resmi Pemkab Langkat.
Video itu diunggah 27 Maret 2021 sebelum dirinya terjerat kasus suap. Dalam video tersebut Terbit Rencana menyebut kerangkeng yang dibuatnya tempat pembinaan untuk warga pecandu narkoba.
“Itu bukan rehabilitasi, itu adalah pembinaan yang saya buat selama ini untuk membina bagi masyarakat yang penyalahgunaan narkoba. Itu namanya bukan rehabilitasi, hanya pembinaan namanya itu. Tempat pembinaan yang kita lakukan,” ujar Terbit dalam video, seperti dilihat Rabu (26/1/2022).
Terbit Rencana mengatakan kerangkeng manusia itu sudah dibangun sejak 10 tahun lalu. Kerangkeng itu dibuat atas inisiatif keluarga.
“Kita sediakan tempat mereka itu ada 3 gedung, 3 gedung untuk pembinaan mereka,” jelasnya.
Dia menyebut melakukan pembinaan warga secara gratis. Warga yang masuk menurutnya ada yang diantar langsung pihak keluarga, atau diminta untuk dijemput oleh keluarga pecandu narkoba.
Terbit menuturkan kerangkeng untuk rehabilitasi ini dibangun sebelum menjabat bupati. Terbit mengaku tujuan membangun kerangkeng itu adalah membantu masyarakat lepas dari jeratan narkoba.
“Hanya pandangan kami supaya bisa membantu masyarakat Kabupaten Langkat itu dari sisi mana. Kami berkoordinasi dengan ibu (istri) dengan hati yang ikhlas niat yang baik kami melihat pandangan, di mana salah satu keluarga apabila keluarganya ada penyalahgunaan narkoba kami berharap kami membantu keluarga yang terkena narkoba,” paparnya.
“Itu dari awalnya semua ini hanya supaya di Kabupaten Langkat walaupun kami hanya kecil, tidak begitu besar pengaruhnya di Kabupaten Langkat ini kami sungguh perhatian terhadap penyalahgunaan narkoba karena kami melihat sebelum kami lakukan banyak korban narkoba,” paparnya.
Terbit menurutkan, hingga 2021, sudah ada 3.000 orang yang dibina dalam kerangkeng itu. Dia menyebut setiap hari bisa menerima 100 orang untuk dibina.
“Kurang lebih 200 sampai 300 orang yang sudah keluar dari sini,” katanya.
Dia kemudian menjelaskan soal metode pembinaan yang dilakukan di kerangkeng manusia di rumahnya. Dia mengatakan tahap awalnya adalah butuh 3 bulan untuk pemulihan zat narkoba di tubuh pecandu.
“Untuk menghilangkan pemulihan narkobanya itu lama pemulihannya kurang lebih 2 sampai 3 bulan. Itulah cara yang kita lakukan beserta tim bagaimana untuk memulihkan supaya zat narkoba kepada mereka itu supaya hilang itu tahap awal yang kita lakukan,” jelasnya.
“Setelah itu hilang kita anggap zat narkoba kita berikan tahap bertahap seperti tentang keagamaan, kesehatan olahraga dan begitu seterusnya. Banyaklah metode supaya orang ini penyadaran penyembuhan,” jelas dia.
BNN Sebut Tak Penuhi Syarat
Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono menegaskan kerangkeng tersebut tak layak sebagai tempat rehabilitasi. Dia mengatakan tempat rehabilitasi itu harus ada syarat formil dan syarat materiil. Adapun syarat formil yang harus dipenuhi seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin operasional yang dikeluarkan oleh dinas.
“Pusat menyatakan bahwa kerangkeng itu bukan tempat rehab, kenapa kita nyatakan bukan tempat rehab, rehab itu ada namanya persyaratan materiil dan formil,” kata Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono saat dihubungi, Rabu (25/1/2022).
Selain itu, syarat materiil misalnya harus ada lokasi, harus ada program rehabilitasi seperti 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, tergantung jenis narkoba yang digunakan, apakah sabu, ganja, dan sebagainya. Kemudian, syarat materiil lainnya misalnya berapa jumlah dokter jiwa, psikiater, dokter umum, pelayanannya, dan kelayakan ruangan.(*)